Banyuwangi, Jatim.co – Kebijakan Kepolisian Daerah Jawa Timur (Polda Jatim) yang melarang sound horeg mendapat dukungan luas. Salah satunya datang dari Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Banyuwangi, Selasa (22/7/2025).
Bahkan MUI Banyuwangi meminta agar larangan ini juga semakin diperluas dan bisa diterapkan di Bumi Blambangan. Mengingat dinamika sound horeg semakin hari banyak menimbulkan pro kontra, apalagi sebentar lagi bulan Agustus banyak kegiatan yang melibatkan penggunaan sound horeg.
“Apa yang menjadi kebijakan Polda Jatim kami kira bagus, dapat ditegakkan di Banyuwangi. Keputusan itu menjadi panduan jelas pihak kepolisian maupun pemkab di Banyuwangi untuk menerapkan larangan yang sama,” ujar Sekretaris Umum MUI Banyuwangi, Barur Rohim, Sabtu (19/7/2025).
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Barur menambahkan, Pro-kontra kebijakan merupakan hal yang biasa. Selama pengambilan keputusan itu berdasarkan pada upaya mencegah kemudharatan atau kerusakan, dan mewujudkan kemaslahatan umum, maka tidak boleh ragu untuk menegakkannya.
“Saya kira, pihak kepolisian maupun pemda tidak perlu ragu. MUI Jawa Timur telah mengeluarkan fatwa yang jelas. Mendasarkan atas kajian mendalam terhadap keharaman sound horeg,” jelas Barur.
Seperti diketahui, MUI Jawa Timur telah mengeluarkan Fatwa Nomor 1 Tahun 2025 tentang Penggunaan Sound Horeg. Dalam fatwa tersebut diputuskan bahwa penggunaan sound horeg adalah haram.
Dari konsideran fatwa itu, mengutip sejumlah dalil syar’i (Al-Qur’an, hadis, hingga qoul ulama), peraturan perundang-undangan, hingga kajian akademik dari aspek kesehatan dan sosial.
Maka kemudian ratifikasi atas kebijakan Polda Jatim ini harus segera diterapkan dalam bentuk peraturan yang konkret. Mengingat banyak kegiatan pawai dan karnaval yang akan digelar bulan Agustus ini. Dari pengalaman tahun kemarin, kegiatan itu akan diisi oleh sound-sound horeg.
MUI Banyuwangi tidak menampik adanya perputaran ekonomi yang terjadi dari setiap pagelaran sound horeg. Namun, hal tersebut tak bisa dijadikan pertimbangan utama ketika menimbulkan dampak buruk yang nyata.
“Ekonomi memang penting, tetapi untuk menggerakkan ekonomi ada banyak cara yang bisa ditempuh. Jika banyak mudharatnya, ya hindari,” pungkasnya. (riz)