Kementerian Kehutanan menetapkan Direktur Utama PT BRN berinisial IM, 29 tahun, sebagai tersangka kasus illegal logging di Kepulauan Mentawai. Penetapan dilakukan pada 2 Oktober 2025 setelah rangkaian operasi penindakan yang menemukan ribuan batang kayu ilegal dan puluhan alat berat. Saat ini, jaksa dan penyidik menyatakan siap melimpahkan perkara ke pengadilan.
Dari hasil operasi, aparat mengamankan 17 alat berat, 9 truk logging, serta 2.287 batang kayu dengan volume 435,62 meter kubik. Sepekan kemudian, pada 11 Oktober 2025, tim kembali menemukan dugaan penyelundupan. Satu kapal tugboat dan satu tongkang yang membawa 1.199 batang kayu—bervolume lebih dari 5.300 meter kubik—diamankan di kawasan Gresik.
Direktur Tindak Pidana Kehutanan, Rudianto Saragih Napitu, menyebut praktik tersebut dijalankan secara rapi dan terstruktur.
“PT BRN diduga kuat menjalankan pembalakan liar secara terorganisir sejak 2022 hingga 2025. Mereka menebang di luar PHAT bahkan masuk kawasan hutan produksi, lalu memanipulasi dokumen SKSHH agar kayu ilegal seolah legal,” ujarnya.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Rudianto menjelaskan, IM dijerat Pasal 50 ayat 2B, 2C, dan 2D Undang-Undang Kehutanan. Aturan tersebut melarang perambahan, pembakaran, dan penebangan pohon di kawasan hutan tanpa izin yang sah.
Kerugian negara versi perhitungan awal mencapai Rp1,44 miliar. Namun total nilai yang dihitung dari dampak kerusakan hutan serta pungutan negara diperkirakan membengkak hingga Rp447 miliar. Nilai itu belum termasuk risiko bencana hidrometeorologis akibat rusaknya kawasan hutan.
Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan, Dwi Januanto Nugroho, menegaskan bahwa rangkaian operasi mulai dari hulu di Mentawai hingga hilir di Gresik adalah strategi negara untuk menutup celah perusakan hutan.
“Penegakan pidana berjalan berdampingan dengan penertiban perizinan. Kami mendorong verifikasi hak di seluruh skema pemanfaatan agar tidak ada celah pemalsuan dokumen atau praktik ‘memutihkan’ kayu ilegal,” katanya.
Kementerian Kehutanan juga membekukan sejumlah persetujuan pemanfaatan kayu pada pemegang PHAT yang bermasalah. Selain itu, verifikasi alas hak kini wajib dilakukan lebih ketat oleh dinas kehutanan provinsi.
Dwi menambahkan, pengawasan akan diperketat menggunakan sistem keterlacakan bahan baku.
“Ke depan, pelanggaran akan dikenai sanksi berlapis: administratif, perdata, pencabutan izin, hingga pidana,” ujarnya.
Langkah ini, katanya, sekaligus memberi kepastian bagi pelaku usaha yang taat agar tata kelola hutan berjalan lebih adil, berkelanjutan, dan manfaatnya kembali kepada masyarakat.
Editor : Akhmad Sutikhon






